Renungan untuk para suami


Renungan Untuk Para Suami
Oleh: Addyn_DF


Dalil surat al – baqarah ayat 233


ۚ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ
Artinya
“Dan kewajiban ayah menanggung nafkah mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupanya”

            Suami adalah seorang laki – laki yang sudah menikah dan memiliki tanggung jawab atas keluarganya. Dialah seorang pasangan bagi istrinya. Dan dia adalah seorang bapak bagi anak – anaknya. Wahai para suami sekalian. Sempatkanlah waktu anda walau lima menit untuk merenung. Apakah anda layak untuk disebut dengan kata mulia itu.”suami”. Atau malah sebaliknya,  anda lebih layak disebut dengan sebutan terburuk bagi seorang lelaki dibawah kafir.”bajingan”. Mari kita buktikan.
            Sebuah nama dapat diberikan gelar setelah ia menyelesaikan persyaratan untuk dapat mendapat gelar tersebut. Seorang sarjana kedokteran dapat disebut dokter setelah ia memenuhi persyaratannya sebagai seorang dokter. Begitu pula anda para suami sekalian. Anda dapat disebut dengan gelar mulia tersebut setelah anda memenuhi persyaratannya. Apa saja persyaratan itu?.
            Banyak sekali persyaratan itu. Mulai dari melamar  sang mempelai hingga mengadakan acara pernikahan. Anda tentu saja sudah menyelesaikan sebagian dari persyaratan itu. Sehingga secara hukum anda dapat disebut suami. Namun, anda telah melupakan persyaratan yang lebih kompleks dari sekedar membuat buku nikah, Mengadakan akad nikah, mengadakan walimah, dan segala hal yang berkaitan denganya.
Semua laki – laki dapat mengadakan akad nikah dengan mudah. Semua kaum adam dapat mengurus buku nikah tanpa susah payah. Tak ada susahnya bagi para perjaka untuk melamar anak orang yang menjadi idamanya. Kenapa saya bilang mudah?,Karena hal itu hanya cukup dilakukan sekali saja. Tetapi perlu anda ketahui. Bahwasanya ada suatu hal yang tidak semua laki – laki bisa melakukannya dengan mudah. Apakah itu wahai para suami?.
Memberi nafkah. Ya , inilah hal yang sulit sekali bagi sebagian pria melakukannya. Jangan sekali – kali  anda menganggap hanya dengan memberi nafkah batin sudah cukup. Pikirkanlah,  Istri anda mau makan apa?. Anak anda mau disekolahkan dimana?. Ayolah, jangan pernah menganggap ini suatu hal yang sepele. Dan inilah yang membedakan gelar yang seharusnya disematkan kepada anda. Apakah Suami, ataukah “bajingan”.


Jika anda tak bekerja. Hanya mancing dan keluyuran saja setiap harinya. Mengandalkan uang sisa kekayaan orang tua. Setiap malam ke pos ronda main judi . Menjadikan kemenangannya untuk kehidupan sehari - hari. Lantas jika anda kalah, anda akan membawa keluarga anda kemana. Kekayaan habis, utang banyak. Makan susah, rumah tak punya. Lantas bagaimana anda akan mencapai keluarga yang sakinah mawaddah warohmah?.
Belum lagi memikirkan anak akan sekolah dimana. Memikirkan besok akan makan apa saja sudah pusing. Jika anda tidak mencari nafkah, maka tak ada solusi kawan. Jangan berpikir kehidupan setelah menikah itu tak banyak berbeda dengan kehidupan sebelumnya. Lantas anda hanya bersantai – santai saja hingga akhirnya kekayaan peninggalan orang tua menguap semua karena perbuatan judi yang anda lakukan.
Lalu dengan berlandaskan keterpaksaan anda melakukan hal yang  hina untuk menghidupi keluarga. Melakukan pencurian demi kelangsungan kehidupan anak anda. Rela membobol swalayan agar anak anda dapat merasakan susu kaleng. Lalu anda ditangkap oleh pihak yang berwenang. Anda dipenjara hingga bertahun – tahun lamanya. Sehingga anda tak tahu anak anda sekarang sedang makan apa, sehatkah dia?. Mungkin anda tak sempat lagi memikirkanya.
            Itu bukan penyelesaian yang tepat kawan. Justru itulah perumit permasalahan. Masalah anda itu Sudah rumit, ditambah rumit lagi. Hey, sadarlah. Hidup anda tanpa penghasilan itu sudah rumit. Ditambah mencuri pula. Tambah rumitlah ia.  Ibarat anda sudah kesulitan bernafas didarat, lantas memilih masuk kelaut dengan harapan dapat bernafas dengan mudah.  Itu suatu perbuatan yang tak dapat masuk kedalam nalar otak anda kawan.
Anda punya otak kawan. Gunakan kelebihan yang telah diberikan Oleh-Nya kepada anda itu dengan sebaik – baiknya . Jangan pernah berasumsi bahwa tikus  saja mencuri tak dihukum, kenapa tidak ku lakukan saja?. Lantas jika seperti itu , apa bedanya anda dengan tikus tadi kawan. Pikirkanlah. Kalau presepsi anda begitu, kenapa anda masih berpakaian? .bukankah tikus juga tidak berpakaian. Ahh, dunia ini benar – benar permainan dan sendau gurau saja. Selalu saja lucu ketika mengingatnya.
Baiklah kawan . jika diri anda seperti itu, sekarang dapat kita tarik kesimpulan bahwa anda lebih pantas untuk disebut “bajingan”. Kata suami tak pantas untuk anda sandang sebagai gelar meskipun secara tertulis anda memilikinya. Secara hukum anda suami , tetapi secara faktual anda adalah seorang “bajingan” . Tak ada suami yang tega melihat istri dan anaknya kelaparan dan kedinginan. Camkan dalam benak anda, kawan yang bergelar “bajingan”.
Jangan pernah anda berdalih, “istri saya pekerjaanya lebih mapan daripada saya. Dia tak pernah minta uang kepada saya. Meski begitu, ia tetap dapat hidup dengan berkecukupan. Bahkan lebih dari itu. Karena ia seorang pegawai misalnya. Jadi saya tidak harus memberi nafkah. Cukup bekerja untuk diri sendiri. Anak  tetap mendapatkan haknya, rumah juga bersih, rapi , serta nyaman. Tak kurang suatu apa.

Ini tak lebih dari lelucon bagi saya . karena jika anda tidak memberi nafkah kepada istri anda.  Meskipun istri anda tetap mendapatkan uang, Maka tak ada salahnya juga saya menyebut anda seorang “bajingan”. Karena jika seperti itu, apa peran anda sebagai suami?. Hakekat seorang suami adalah yang mencarikan dan memberikan nafkah kepada keluarga . Dialah sumber kehidupan keluarga.
Mungkin anda akan bertanya – tanya mengapa?. Karena anda diciptakan Oleh-Nya untuk melakukan itu semua. Untuk mencari nafkah. Disamping itu, anda juga menjadi imam dalam keluarga anda. Kasarannya jika anda melakukannya, maka anda hanya mendonorkan kejantanan anda. Istilah orang jawa “mung metangkring tok, ra ngopo – ngopo”. Pagi kerja , penghasilan untuk sendiri. Lalu malamnya meniduri sang istri. Enak sekali hidup anda bilamana seperti itu.  
Padahal selama sembilan bulan istri andalah yang mengandung anak anda. Istri anda pula yang melahirkannya . Tak cukup dengan itu, masih ditambah menyusuinya selama dua tahun lamanya. Serta harus merawatnya hingga dewasa. Belum lagi tugas rumah tangga yang menunggunya. Belum nanti anda meminta pelayanan biologis kepadanya. Saya berani menjamin, tak lama istri anda akan segera mengundang anda ke pengadilan agama.
Sungguh, orang lainpun tak tega melihat istri anda melakukan itu semua. Maka ia akan mengundang anda ke pengadilan lebih cepat. Karena perilaku “bajingan” anda. Kawan sadarlah,hanya seorang bajingan yang berani dan tega melakukanya. Anda protes?, silahkan. Anda marah?, saya dengarkan. Jika anda marah karena tulisan saya, apa gunanya bagi anda?. Masalah harga diri?, jika anda memang seperti itu, tanpa tulisan saya harga diri andapun sudah rendah dimata istri anda.
Baiklah kawan, saya rasa cukup sudah renungan untuk para suami kali ini. Saya menuliskan ini karena banyak sekali hal seperti ini yang terjadi disekitar kehidupan saya . Saya ingin mengubahnya dengan tulisan ini. Sekarang  tentu saja anda pasti sudah mengetahui apakah sebutan  yang pantas bagi diri anda. Semoga anda dapat menjadi suami yang baik serta menjadikan keluarga yang sakinah mawaddah warohmah .
Jika dalam  tulisan ini saya banyak memiliki kesalahan dalam perangkaian kata – katanya. Dengan kerendahan hati dan niat yang tulus saya meminta maaf. Yang terpenting, jika memang  anda dalam keadaan seperti yang saya paparkan, bertaubatlah kawan . Sungguh tak ada yang menghalangi anda untuk menuju ranah kebaikan. Semoga Tuhan berkenan mengampuni anda kawan. Tak ada kata terlambat sebelum nyawa terangkat.
*Renungan untuk para suami*
Bantul , 16 januari 2019


                                                                                                               Addyn_D.F
           

Comments

Popular posts from this blog

Ikatan Yang Mengikat

Apakah Cinta Harus dibuktikan dengan pacaran?